Sejarah Singkat Dinasti Abbasiyyah

 A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Setelah jatuhnya dinasti Umayyah, perjalanan kebudayaan Islam dimulai kembali dengan berdirinya dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah lahir dari keturunan al-Abbas, yaitu Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Kepemimpinan ini bermula dengan adanya pendapat bahwa bani Hasyim dan keturunannya cakap menjadi penerus kekhalifahan untuk memimpin umat setalah Rasulullah saw wafat.  Namun pendapat ini ditentang bahwa kekhalifahan adalah milik kaum muslim dan mereka yang berhak memberi jabatan itu kepadanya. Dari segi garis keturunan, golongan Alawiyyin lebih dekat dengan Rasulullah saw karena dilihat dari garis keturunan Fatimah sebagai putri Rasulullah saw dan Sayyidina Ali adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah saw.

Perjalanan bani Abbas dimulai ketika terjadi oposisi dan pemberontakan terhadap dinasti Umayyah. Pemisahan keamiran dari kekhalifahan Umayyah membawa dampak besar terhadap bani Abbas dengan membawa dukungan kaum Syi’ah, yaitu pengikut Ali ke atas singgasana kekhalifahan untuk melawan kekhalifahan Umayyah. Kekecewaan yang muncul dari berbagai pihak amir,  penduduk non-Arab dan terpuruknya dinasti Umayyah mengakibatkan beberapa kekacauan, di antaranya penindasan terus-menerus terhadap pengikut bani Hasyim dan Ali serta merendahkan kaum muslimin non-Arab dan pelanggaran hak asasi manusia secara eksplisit. Dari beberapa kekacauan tersebut maka bani Hasyim membawa beberapa pasukan rahasia yang masih memiliki garis keturunan Rasulullah saw untuk menyerang dinasti Umayyah ketika itu. Diantaranya adalah golongan Alawiyyin, golongan Abbasiyah dan golongan keturunan bangsa Persia yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasany. Dengan memusatkan gerakan ini di Khurasan, maka dinasti Abbasiyah lahir dengan diangkatnya Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas pada tahun 132-136 H/750-754 M.


B.     Khalifah yang Mempengaruhi Dinasti Abbasiyah

1.    Abdullah bin al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas

Beliau adalah khalifah pertama dinsati Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya bernama Rabtah binti Ubaidullah al-Haritsi. Ayahnya bernama Muhammad bin Ali bin al-Abbas. Ia dilantik menjadi khalifah pada tanggal 3 Rai’ul Awal 132 H, di Kufah. Beliau diberi gelar al-Saffah yang berarti pengalir darah dan pengecam siapa saja yang menentang. Al-Saffah ditarjihkan oleh ahli sejarah sebagai pengancam dan mengalirkan darah bagi pihak yang menetang khususnya Bani Umayyah dan pendukungnya. Abu al-Abbas adala seseorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas serta disegani, berpikiran luas, pemalu dan baik adabnya.

2.    Abu Ja’far al-Manshur

Khalifah kedua setelah Abdullah bin Abbas adalah Abu Ja’far Manshur. Beliau lahir di Humaimah tahun 101 H dan memimpin pemerintahan dinasti Abbasiyah selama 22 tahun. Model pemerintahannya yang keras merupakan titik awal kejayaan dinasti Abbasiyah. Pada periode ini Abu Ja’far al-Manshur memulai kebijakan baru dengan memindahkan ibukota ke Baghdad. Alasan al-Manshur memindahkan ibukota ke Baghdad adalah jalur trasnportasi yang strategis. Sungai Trigis bisa dilayari sampai Baghdad dan juga terdapat sebuah saluran pelayaran ke Eufrat, sehingga barang-barang juga bias diangkut mengaliri sungai Tigris dan Eufrat dengan perahu-perahu kecil.

3.    Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi bin al-Manshur

Beliau memliki nama panjang Muhammad al-Mahdi bin al-Manshur bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Lahir di Humaimah pada tahun 126 H. Al-Mahdi dilantik menjadi khalifah ketiga pada tahun 158 H. ia menggantikan ayah al-Manshur. Di masa pemerintahannya dia mengubah semua sistem pemerintahan dari sifat keras yang ditetapkan oleh ayah menjadi sifat moderat dan rendah hati. Ia mengembalikan harta kekayaan yang disita oleh ayahnya kepada pemiliknya dan membebaskan para tawanan Syi’ah serta memerangi kaum kafir. Beliau melakukan pembangunan gedung-gedung di sepanjang jalan menuju Mekkah dan melakukan ekspansi masjid di Madinah. Pada tahun 161 H terjadi pemberontakan yang akhirnya para pemberontak dikalahkan dan diampuni.

4.    Musa al-Hadi bin Muhammad al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Manshur

Khalifah keempat setelah khalifah al-Mahdi ini tidak menampakan sistem pemerintahan yang baik. Dia tidak melaksanakan wasiat yang diberikan oleh al-Mahdi bahwa penerus kekhalifan setelahnya adalah Harun al-Rashid, namun ia mengangkat anaknya yang masih kecil sebagai penggantinya nanti dan mengucilkan Harun al-Rashid. Masa pemerintahan khalifah al-Hadi hanya berlangsung selama 1 tahun 1 bulan 20 hari dan meninggal 170 H dan jabatan kekhalifahan tetap jatuh ke tangan Harun al-Rashid.

5.    Abu Ja’far Harun al-Rashid

Harun al-Rashid dilahirkan pada tahun 145 H. Ibunya bernama Khaizuran, bekas hamba sahaya yang juga ibunda al-Hadi. Ia diasuh oleh ayahnya agar menjadi pribadi yang kuat dan berjiwa toleransi. Harun al-Rashid dilantik sebagai Amir di Saifah pada tahun 163 H dan pada tahun 164 H beliau dilantik untuk memerintah seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika Utara.

6.    Abdullah Muhammad al-Amin bin Harun al-Rashid

Beliau adalah anak dari Harun al-Rashid dan Zubaidah, yaitu sepupu Harun dan dari keturunan Abbasiyah. Kemudian al-Makmun berasal darin keturunan Persia karena dilahirkan dari ibu berdarah Persia yaitu Marajil. Khalifah al-Amin memerintah atas Irak dan saudaranya, al-Makmun diberi bagian untuk memerintah atas Khurasan dan al-Qasim atas Arabia. Namun terjadi perselisihan antara al-Amin dan al-Makmun atas wasiat pengangkatan putra mahkota. Bahwa al-Makmun meneruskan pengangkatan al-Qasim (saudaranya) sebagai putra mahkota atau tidak mengangkatnya. Hal ini ditentang oleh al-Amin karena ia ingin mengangkat anaknya, Musa, menjadi putra mahkota. Namun hal itu ditolak oleh al-Amkmun karean dianggap telah menyalahi wasiat ayahnya. Kemudian terjadi perebutan kekuasaan khalifah antara al-Amin dan al-Makmun dan dimenangkan oleh al-Makmun pada tahun 198 H. Al-Amin dianggap kurang serius dalam memegang kendali pemerintahan dan lemah.

7.    Al-Ma’mun bin Harun al-Rashid

Abdullah Abu al-Abbas al-Ma’mun dilahirkan pada tahun 170 H pada malam kebangkitan pamannya, al-Hadi. Putera al-Amin ini memiliki ibu yang telah merdeka yang bernama Marajil. Ia diangkat sebagai putera mahkota pertama karena ia berusia lebih tua dari pada saudara tirinya, Musa. Selain itu dia lebih cerdas dan lebih pintar menyelesaikan segala masalah. Pelantikan putera mahkota terhadap al-Ma’mun adalah wasiat dari pada Harun al-Rashid setelah al-Amin

8.    Al-Watsiq

Al-Watsiq dilahirkan pada tahun 196 H. Ibunya keturunan Roma bernama Qaratis. Sifat-sifat al-Watsiq mengikuti pamannya, al-Ma’mun. ia memiliki keprobadian yang luhur, cerdas dan berpikiran jauh dalam mengurus segala perkara. Al-Watsiq diangkat menjadi khalifah pada tahun 227 H setelah ayahnya (al-Musta’shim) meninggal. Kemudian Ahmad Syalabi dalam bukunya Sejarah dan Kebudayaan Islam menjelaskan bahwa menurut Ibn Tabatiba khalifah al-Watsiq merupakan khalifah Abbasiyah terkemuka, fasih, cerdas dan juga seorang penyair. Ia mempelajari model kepemimpinan pamannya al-Ma’mun tentang gerak-gerik dan ketenangannya dalam menghadapi suatu masalah.

 Dari pembahasan tentang perjalanan dinasti Abbasiyah dapat disimpulkan bahwa sejak runtuhnya dinasti Umayyah di tangan Abdullah al-Saffah, yaitu salah seorang keturunan bani Hasyim yang melakukan oposisi dan memberontak keluarga bani Umayyah, dinasti Abbasiyah adalah masa di mana Islam mengalami puncak kejayaan yang luar biasa. Kejayaan Islam pada masa dinasti Abbasiyah dapat dilihat dari berbagai bidang dan salah satunya adalah bidang ilmu pengetahuan. Pada periode awal kekhalifahan dinasti Abbasiyah ini, perombakkan tatanan administrasi pemerintahan dilakukan pada masa Abu Ja’far al-Manshur hingga al-Ma’shum. Namun, setelah ketujuh khalifah pada periode awal ini berlalu kemunduran mulai tampak pada pemerintahan al-Watsiq dan 27 khalifah selanjutnya. Hal ini disebabkan lengahnya kepemimpinan mereka dan beberapa intrik politik yang terjadi di dinasti Abbasiyah, baik secara internal maupun eksternal. Sehingga kejayaan dinasti Abbasiyah dapat dilihat pada awal periode pertama dan kedua yaitu pada tahun 132 H/750 M-334 H/946 M). Kemudian runtuhnya pemerintahan dinasti Abbasiyah terjadi disebabkan adanya dua faktor yang mencolok, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terjadi karena adanya perebutan kekuasaan, harta kekayaan serta persaingan tidak sehat baik antar penghuni kerajaan, bangsa dan kerajaan-kerajaan kecil. Kemudian faktor eksternal disebabkan adanya pemberontakan dari kaum Assasin dari bani Fatimiyah dan mongol yang secara sadis menghancurkan pusat pemerintahan diansti Abbasiyah sehingga hancurlah kerajaan tersebut dengan menewaskan kurang lebih 800.000 orang. Pada saat itu juga terjadi perang Salib yang menjadi salah satu hancurnya dinasti Abbasiyah.

 

Sumber referensi :

1.      Buku Pintar Sejarah Islam

2.       Islam di Kawasan Kebudayaan Arab

3.      Islamologi: Sejarah, Ajaran dan Peranannyadalam Peradaban Umat Manusia.

4.      Sejarah Islam Klasik

5.      Sejarah dan Kebudayaan Islam

6.      Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis

7.      Sejarah Peradaban Islam

8.       Artikel Online

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Hadits Tentang Tata Cara Pergaulan dan Pakaian

WE BARE BEARS - DRAW THEIR LIFE GRIZZLY PANDA AND ICE BEARS

Kumpulan Mahfudzot (Pribahasa)