Zakat Profesi
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sebelum Islam yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW , zakat telah dikenal dalam syari’at Nabi Musa a.s. Namun,
hanya dikenakan pada kekayaan yang berupa ternak seperti, sapi, kambing dan
unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10% dari nishab yang ditentukan.
Bangsa Arab Jahiliyyah juga mengenal shadaqah khusus seperti yang diterangkan
pada Qs. Al-An’am :136 yang menjelaskan tentang hasil tanaman dan binatang
ternak mereka diperuntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk member makan
orang-orang fakir dan miskin dan berbagai amal sosial. Disamping itu mereka
juga memberikan hasil tanaman dan binatang ternak itu kepada berhala dan
penjaga berhala berhala itu. Dan apa yang mereka sediakan kepada
berhala-berhala itu tidak dapat digunakan untuk member makanan kepada fakir
miskin.
Berangkat dari kejadian yang dilakukan
bangsa Arab Jahiliyyah tersebut, maka Islam datang dan merubah shadaqah
menjadi zakat, di mana zakat ini merupakan ibadah yang bercorak kemasyarakatan.
Oleh karena itu, ibadah zakat ini disebut sebagai ibadah “maliyah
ijtima’iyah”, yaitu ibadah kebendaan yang bertujuan kemasyarakatan. Seiring
berjalannya waktu Nabi Muhammad SAW menyebarkan panji-panji Islam yang di
dalamnya termasuk ajaran zakat hingga pada akhirnya pada tahun ke-2 Hijriyyah
zakat disyari’atkan secara terperinci walaupun masih diserahkan kepada
kesadaran para wajib zakat sendiri tanpa ada petugas Negara yang melakukan
pemungutan. Petugas melakukan pemungutan zakatbaru diadakan pada tahun IX
hijriyyah, yatu ketika Nabi Muhammad saw mengutus petugasnya kedaerah-daerah
pedalaman jazirah Arabia, termasuk Yaman.
[1]
Semua orang Islam memahami bahwa zakat
adalah salah satu rukun Islam. Rukun pertama adalah membaca dua kalimat
syahadat. Yang kedua adalah shalat. Dalam soal shalat umat Islam di Indonesia
sudah cukup ketat dalam ketatalaksanaannya. Yang ketiga adalah kewajiban
membayar zakat. Di sini tampaknya umat Islam belum begitu Nampak ketatalaksanaannya, dan bahkan
kesadaran mereka akan arti penting zakat tampaknya masih belum memadai.[2]
Di Indonesia, zakat merupakan salah satu sumber perjalanan masuknya Islam di
Indonesia. Seiring berjalannya waktu perkembangan zakat kian dikenal dan pada
tahun 1968 pemeritah mengeluarkan peraturan Menteri Agama Nomor 4 tahun 1968
dan nomor 5 tahun yang sama tentang pembentukkan Badan Amil Zakat dan
pembentukkan Baitul Mal ditingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam
praktek dan pelaksanaannya. Potensi zakat di Indonesia, berdasarkan hasil survey
PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) mengatakan potensi
dana zakat di Indonesia, yang populasinya sekitar 87 persen muslim, sangat
besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada 2007. Potensi ini meningkat 4,64
triliun dibanding tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar 4,45 triliun.
Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai
20 triliun per tahun. Namun dari jumlah itu, yang tergali baru 500 miliar per
tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006). Maka dalam makalah kali ini akan
membahas tentang salah satu zakat yang dihasilkan dari kemahiran dalam bidang
tertentu yaitu zakat profesi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan zakat secara umum dana apa yang di maksud dengan zakat profesi?
2.
Menurut dasar hukum
zakat pada QS. al-Taubah : 60, siapa saja yang berhak mendapatkan zakat?
3.
Berapa nishab
pada zakat profesi ? dan bagaimana cara perhitungan pada zakat profesi ?
4.
Bagaimana
pendapat ulama tentang zakat profesi ?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian zakat
profesi
Kata
”zakat” secara etimologis berarti suci, berkembang, barakah.[3]
Dan juga berarti tumbuh dan berkembang.[4]
menurut terminologi, zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan
kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu. Ada lagi yang
mengartikan zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat
tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu.[5]
Sedangkan
menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat: “Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim seseuai dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.” [6]
Profesi
sendiri dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian(keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu.
Profesional bersangkutan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya. Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha
yang halal yang mendapatkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang
mudah melalui suatu keahlian tertentu.[7]
Pekerjaan
yang menghasilkan uang itu ada dua macam. Pertama, adalah pekerjaan
yang dikerjakan sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain, seperti
seorang dokter yang mengadakan praktek, pengacara, seniman, penjahit dan
lain-lain. Kedua, pekerjaan yang dikerjakan untuk orang (pihak) lain
dengan imbalan mendapat upah atau honorarium seperti pegawai (negeri/swasta).[8]
B.
Dasar hukum
zakat profesi
Setiap penghasilan, apapun jenis profesi yang
menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah
mencapai nisab. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT QS. Al-Baqarah : 267
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
(al-Baqarah
: 267)
Sebelum
mengeluarkan zakat, kiranya seseorang harus memenuhi syarat zakat. Syarat zakat
meliputi tiga cakupan. Pertama, syarat orang yang mengeluarkan
zakat (muzakki) adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
yang berkewajiban menunaikan zakat apabila memiliki kelebihan harta yang telah
cukup haul dan nishabnya. Syarat kedua, harta yang
dizakatkanyaitu meliputi :
·
Pemilikan yang pasti, halal, dan baik
·
Berkembang
·
Melebihi kebutuhan pokok
·
Bersih dari hutang
·
Mencapai nishab
·
Mencapai masa haul
Syarat
yang ketiga adalah dari segi penerima zakat yaitu sebgaimana ketentuan QS: at-Taubah : 60 yaitu meliputi fakir, miskin, amil, muallaf,
riqab (hamba sahaya), Gharim (orang yang berhutang), sabilillah
(orang yang berperang di jalan Allah), dan Ibnussabil ( orang yang
berada dalam perjalanan).[9]
C.
Nishab dan cara
perhitungan zakat profesi
Zakat gaji, upah dan lain
sebagainnya tidak wajib mengeluarkan zakatnya kecuali telah melampaui batas
ketentuan nisab. Berangkat dari penjelasan Arief Mufraini dalam bukunya
akuntansi dan manajemen zakat muncul
pendapat dari para ahli kontemporer yang menjelaskan bahwa nishab zakat
profesi di-qiyas-kan (analogikan) dengan nisab kategori asset wajib
zakat keuangan yaitu 85 gram emas atau 200 dirham perak dan dengan syarat
kepemilikannya telah melalui kesempurnaan masa haul.[10]
Disamping itu, ada beberapa pendapat
lain yang muncul mengenai nishab dan kadar zakat profesi, yaitu:
1. Menganalogikan zakat profesi kepada
hasil pertanian, baik nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab
zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % atau 10% (tergantung kadar
keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap menerima tidak perlu
menunggu batas waktu setahun.[11]
2. Menganalogikan dengan zakat perdagangan
atau emas. Nishabnya 85 gram emas, dankadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap
menerima, kemudian penghitungannyadiakumulasikan atau dibayar di akhir tahun.
Kemudian pada perhitungan zakat profesi, Yusuf Qardhawi
membedakan perhitungan pada zakat profesi dengan tiga wacana, yaitu
1. Dihitung dengan penghasilan bruto
Yaitu dengan membayarkan zakat dari penghasilan kotor yang nisabnya telah mencapai 85 gram emas selama
setahun secara langsung, kemudian
dikeluarkan 2,5% ketika menerima sebelum dikurangi kebutuhan
pokok lainnya. Contoh jika gaji PNS atau honor dan penghasilan lainnya dalam
sebulan mencapai Rp. 5000.000,- x 12 bulan = Rp 60.000.000,-, berarti dikeluarkan
langsung 2,5% dari Rp. 5000.000,- tiap
bulan= Rp 125.000,- atau dibayar diakhir
tahun = Rp.1.500.000,- . hal ini berdasarkan pendapat Az- Zuhri dan ‘ Auzai’.[12]
2. Dipotong operasional kerja
Yaitu
setelah menerima penghasilan gaji atau honor, maka dipotong dahulu dengan biaya
operasional kerja. Contonnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta sebulan,
dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak
Rp. 500 ribu. Sisa Rp. 1.500.000, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari Rp.
1.500.000,- yaitu Rp. 37.500,-. Hal ini menganalogikan dengan zakat hasil bumi
dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat
dikeluarkan dari sisanya. Ini adalah pendapat ‘ Atho’ dan lainnya. Dari itu
zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan
yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
3. Dipotong dari penghasilan netto atau
zakat bersih
Yaitu zakat yang dikeluarkan setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan
kebutuhan pokok.[13] Jika penghasilan tersebut setelah
dipotong dengan kebutuhan pokok tetap mencapai batas nisab, maka ia wajib
zakat. Namun jika tidak mencapai nisab, maka ia tidak wajib zakat. Contoh :
Bila A berpenghasilan Rp 5.000.000,-
setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya Rp 3.000.000,- maka besar
zakat yang dikeluarkannya adalah 2,5%. Yaitu Rp 2.000.000,- x 12 bulan = Rp
24.000.000,- x 2,5 % = Rp 600.0000 per tahun atau Rp 50.000,- per bulan.
D. Pendapat ulama tentang zakat profesi
Ulama berbeda pendapat tentang masa (waktu)
pengeluaran zakat profesi.
1. Menurut al-Syafi'i dan Ahmad bahwa mereka mensyaratkan haul (sudah cukup
setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2. Menurut Abu Hanifah,
Malik dan ulama
kontemporer, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf bahwa mereka mensyaratkan haul tetapi
terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun
tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib
mengeluarkan zakat.
3. Menurut ulama kontemporer seperti Yusuf Qardhawi dan
Wahbah Zuhayly, mereka tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan
langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar
pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta).[14]
KESIMPULAN
- Zakat secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu “zakka-yuzakki” yang artinya suci, berkembang. Secara terminologi zakat adalah zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu. Sedangkan zakat profesi terdiri dari dua kata yaitu zakat dan profesi. Profesi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian(keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Maka zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang mendapatkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah melalui suatu keahlian tertentu.
- Berdasarkan QS. al-Taubah : 60 yang berhak menerima zakat baik itu zakat mal ataupun macam zakat lainnya terdiri dari 8 ashnaf yaitu, fakir, miskin, raqib, gharimin, amil, muallaf, sabilillah, ibnussabil.
- Nishab pada zakat profesi di-qiyas-kan pada nishab zakat emas dan perak, yaitu 20 dinar dan 200 dirham yang kemudian jika di hitung pada timbangan emas, yaitu 85 kg emas atau 200 dirham perak dan dengan syarat kepemilikannya telah melalui kesempurnaan masa haul. Perhitungan zakat profesi menurut Yusuf Qardhawi ada dua cara, yang pertama dengan pembayaran dengan langsung atau dengan bruto (penghasilan laba kotor), dan yang kedua adalah mengeluarkan zakat setelah dipotong kebutuhan pokok atau disebut juga dengan netto (zakat bersih).
- Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Madzab.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Anshori,
Abdul Ghofur. Hukum dan Pemberdayaan Zakat. Yogyakarta : Pilar Media,
2006.
Hasan,
M. Ali. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Mas’ud, Muhammad Ridwan. Zakat & Kemiskinan.
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005.
Mufriani,
M. Arief. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta : Kencana, 2006.
Muhammad, Zakat
Profesi: wacana pemikiran dalam fiqih kontemporer. Jakarta: Salemba
Diniyah, 2002.
Purwanto,
April. Cara Cepat Menghitung Zakat. Yogyakarta: Sketsa, 2006.
http://bazgresik.wordpress.com/2011/04/07/menghitung-zakat-penghasilan-bruto-atau-netto/,
26 Februari 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi,
26 Februari 2013.
[1] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan
Zakat, (Yogyakarta : Pilar Media, 2006), 4-6
[2] M. Arief Mufriani, Akuntansi dan Manajemen Zakat,
(Jakarta : Kencana, 2006), 1-2
[4] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat
Kajian Berbagai Madzab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008,), 82.
[6] Muhammad Ridwan Mas’ud, Zakat
& Kemiskinan, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), 34.
[7] Muhammad, Zakat Profesi: wacana pemikiran dalam fiqih kontemporer, (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002,), 58.
[8] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 51.
[10] M. Arief Mufriani, Akuntansi,
80
[11] Muhammad, Zakat Profesi,
62
[13] http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi,
26 Februari 2013
[14] Ibid.
Comments
Post a Comment