Kuroneko dan Hujan (Bag. 2)
[Bagian 2]
Pada suatu hari, senja tak nampak dentuman petir dan angin yang berhembus sedikit kuat. Awan hitam dipadu dengan gelapnya langit menuju malam, air hujan mulai jatuh membasahi lingkungan kami. Malam itu aku sendirian tanpa ada yang menemani. Kebetulan Mas Yahya jadwalnya shift siang dan pulang malam. Biasanya aku tidur duluan, karena hujan memejamkan matapun tak bisa apalagi tidur.
“Ini kalau ada kucing, pasti gak sendiri minimal ada yang bisa diajak main”, gumamku
Waktu menunjukkan pukul 22.00 hujan terasa awet tak kunjung berhenti. Tiba-tiba ada suara motor datang, mas
Yahya pulang.
“Assalamu’alaikum…..”,
saut Mas Yahya
“Wa’alaikumsalam!
Sebentar!”, Jawabku
Aku bergegas membukakan pintu karena diluar hujan masih cukup deras. Ketika
aku membukakan pintu, tiba – tiba ..
“iyaa... wa’alaikum..ehhh!!! kuciiing!”, teriakku
“iya ini dari tadi
ngikutin mas dari gerbang situ sampai sini kehujanan”, jawab mas
“cepet masuk, mas!”,
jawabku
“ih, lucuuuuu …!! Kasihan
mas kalau di taruh di luar”, kataku penuh harapan
“iya, tapi jangan taruh di
dalam sini”, jawabnya singkat.
Mas Yahya segera masuk ke
dalam dan menutup pintu. Anak kucing tadi mengikuti mas Yahya dari gerbang
depan, tiba-tiba tanpa alasan apapun dia mengikuti hingga masuk ke dalam kos
karena hujan. Senang? Pasti.. karena sudah terbiasa hidup dari kecil sama
kucing dan kini dibatasi untuk memelihara kucing, agak sedikit berat hati ini
tapi ya sudahlah kuikuti perintah beliau. Ku angkat Anak kucing itu, kukeringkan
dengan handuk kering. Corak warnanya abu-abu dan ada warna putih di badan bawah
dan kakinya. Ekor Panjang dan lagi dia Jantan!.
“kasihan lho kalau
ditaruh di luar, basah semua”, sambil membersihkan anak kucing tadi
“ada kardus kan? Lagian juga sudah reda hujannya. Dibersihin dulu, kasih
kardus taruh di luar” jawab mas Yahya tegas
“iya… “ dengan raut
wajahku yang agak sedih
Akhirnya setelah anak
kucing itu kering, hujan di luar sudah mulai reda aku siapkan tempat kardus dan
kain lalu anak kucing itu aku letakkan di luar.
“Maaf ya cing, belum bisa
tidur didalam. Semoga bisa ketemu lagi”, gumamku dalam hati.
Akhirnya aku pun
meninggalkan anak kucing itu di teras kos dan beristirahat. Keesokan harinya
setelah shalat Shubuh, hujan telah berhenti kubuka pintu berharap si anak
kucing tadi masih tertidur di luar. Sayangnya, dia pergi tanpa jejak. Pupus
sudah harapanku untuk memiliki kucing. [Lanjut Bag. 3]
Comments
Post a Comment