Hadits Tentang Tata Cara Pergaulan dan Pakaian


PEMBAHASAN

A.    Al-Hadits dari al-Lu’lu’ wal Marjan no : 1671.
1.    Hadits
1671- حَدِيثُ النُّعْمَاَنِ بْنِ بَشِيْرٍ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. : (( تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ، وَتَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، كَمَثَلِ الجَسَدِ. إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا، تَدَاعَى لَهُ ساَئِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهْرِ وَ الحُمَّى)).  (أخرجه البخارى)[1]                                   
2.    Terjamah
Artinya : Hadits An-Nu’man bin Basyir ra. Di mana ia berkata : “Rasulullah saw. Bersabda : “Kamu melihat kaum mu’minin di dalam sayang- menyayangi, cinta-mencintai dan lemah lembut di dalam pergaulan mereka adalah seperti satu badan, di mana jika ada satu anggota yang mengeluh sakit maka anggota-anggota yang lain ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam”.[2] (Dikeluarkan oleh Bukhari).
3.      Arti Kosa Kata
من كلمة : رَحِمَ – يَرْحِمُ :  
Menyayangi
تَرَاحُمِهِمْ :
من كلمة :
Mencintai
تَوَادِّهِمْ :
من كلمة :عَطَفَ-يُعْطِفُ :
Menolong
تَعَاطُفِهِمْ :
أصله : شكا :
Mengadu/mengeluh [3]           
اشْتَكَى :

4.      Takhrij Hadits
Hadits di atas dapat diketahui, setelah dilacak dengan menggunakan Mu’jam hal 262, juz 4. dengan mengambil fi’il dari kalimat وَتَعَاطُفِهِمْ  yang mempunyai kata dasar عطف, maka dapat ditemukan petunjuk sebagai berikut :
ترى المؤمنين في تراحمهم وتوادهم وتعاطفهم كمثل ......[4]
خ أدب27 ،، م برّ 66 ،، حم 4 ،، 270 
Arti hadits di atas diriwayatkan oleh :
1.    Imam Bukhori dalam kitab adab, hadits no: 27/2018.
2.    Imam Muslim dalam kitab birrun (kepatuhan), hadits no: 66
3.    Imam Ahmad bin Hanbal, dalam musnad Ahmad ibnu Hanbal, juz 4 halaman 270.

Dan setelah dilacak riwayat di atas dengan menggunakan kitab Shahih Bukhori, maka dapat ditemukan hadits di bawah ini :
(بَابُ رَحْمَةِ النَّاسِ وَالبَهَائِمِ)
2018- عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص م . تَرَى الْمُؤْمِنِينَ : فِي تَرَاحُمِهِمْ، وَتَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، كَمَثَلِ الجَسَدِ، إِذَا اشْتَكىَ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَ الحُمَّى (رواه البخارى : 611) [5]



5.      Kandungan Hadits
       Pada hadits yang telah dijelaskan pada kitab al-Lu’lu’ wal Marjan dan Shahih Bukari, terdapat inti pembahasan  antara orang-orang mukmin, di antaranya :
·      Kata تَرَاحُمِهِمْ (saling menyayangi). Maksudnya adalah sesama mukmin harus saling sayang menyayangi antara mukmin satu dengan mukmin yang lain tanpa ada sebab tertentu yang membuatnya terpaksa untuk mengasihi.
·      Kata تَوَادِّهِمْ (saling mencintai), menjelaskan bahwa seorang mukmin dengan mukmin yang lain dianjurkan untuk saling mencintai dengan apa yang dia sukai. Dengan mempererat persaudaraan dapat menimbulkan kecintaan, seperti menjenguk orang sakit, bersilahturahmi dan lain sebagainya.
·      Kata  تَعَاطُفِهِمْ (saling tolong-menolong), menjelaskan bahwa manusia (mukmin) dianjurkan untuk saling tolong-menolong antara satu sama lain, karena manusia (mukmin) tidak akan bisa hidup tanpa bantuan manusia yang ada disekitarnya. Manusia adalah makhluk sosial. Selanjutnya kalimat :
كَمَثَلِ الجَسَدِ، إِذَا اشْتَكىَ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَ الحُمَّى
(adalah seperti satu badan, di mana jika ada satu anggota yang mengeluh sakit maka anggota-anggota yang lain ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam). Maksudnya, apabila seseorang mukmin bersedih atau mendapatkan musibah, maka komunitas mukmin yang lain akan ikut merasakannya..[6]

B.      Al-Hadits dari al-Adabu al-Nabawi no : 29
1.    Hadits
29- عَن أَبِي سَعِيدٍ الخدري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِي ص م. قَالَ :(( إِيَّاكُمْ وَالجُلُوسَ عَلَى الطُرُقَاتِ- فِي رِوَايَةِ بِالطُرُقَاتِ- فَقَالُوا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثَ فِيْهَا. قَالَ : فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا لِمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا. قَالُوا : وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ : غَضُّ البَصَرِ، وَكَفَّ الأَذَى، وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَالأَمْرُ  بِالْمَعْرُوْفِ، وَالنَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ )) .  
[7](رواه البخاري و مسلم أبوداود   )
2.    Terjamah
Artinya : Dari Abu Said Al-Khudry radhiallahu’anhu dari Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Jauhilah oleh kalian duduk-duduk di jalan". Maka para Sahabat berkata, "Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap". Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam berkata, "Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan". Sahabat bertanya, "Apakah hak jalan itu?". Beliau menjawab: "Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran”.[8] (HR. Bukhari dan Abu Dawud)



3.    Arti Kosa Kata
Menundukkan pandangan
غَضُّ البَصَرِ :
Menghilangkan gangguan
كَفَّ الأَذَى :
Menjawab salam
رَدُّ السَّلَامِ :
Panas atau demam[9]
الحُمَّى :

4.    Takhrij Hadits
Hadits di atas dapat diketahui, setelah dilacak dengan menggunakan Mu’jam hal 139, juz 1, dengan mengambil kata yaitu  إِيَّاكُم. maka dapat ditemukan petunjuk sebagai berikut :
قال إياكم و الجلوس بالطرقات ...
د أدب12 [10]
Arti hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab adab, hadits no : 12
Setelah dilacak riwayat di atas dengan menggunakan kitab Sunan Abu Dawud, maka dapat ditemukan hadits di bawah ini :
(م : 12*ت : 13)  - بَابُ فِي الجُلُوسِ فِي الطُّرِقَاتِ-
4815- حَدَثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنِ مَسْلَمَةَ حَدَثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدِ عَنْ زَيْدٍ يَعْنِي ابْنَ  أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءٍ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُذْرِيِّ أَنَّ رَسُولُ اللهِ ص م. قَالَ : (( إِيَّاكُمْ وَالجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ))،  فَقَالُوا : يَارَسُولُ اللهِ مَابُدَّ لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثَ فِيهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص م. : إِنْ أَبَيْتُمْ فَأَعْطُوْا الطَّرِيقِ حَقَّهُ، قَالُوْا : وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ يَارَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: غَضُّ البَصَرِ، وَكَفَّ الأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهَي عَنِ الْمُنْكَرِ)).[11]
Kemudian,  dalam keterangan kitab Sunan Abu Daud, hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukari, kitab Mudzaalimu, bab Duduk di halaman rumah dan jalan-jalan. Dan setelah dilacak, maka termaktub hadits seperti berikut :

عَن أَبِي سَعِيدٍ الخدري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِي ص م. قَالَ :(( إِيَّاكُمْ وَالجُلُوسَ عَلَى الطُرُقَاتِ)) . فَقَالُوا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثَ فِيْهَا. قَالَ (( فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا لِمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا. قَالُوا : وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ : غَضُّ البَصَرِ، وَكَفَّ الأَذَى، وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَالأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ، وَالنَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ )) .  [ر واه البخارى : 2465] [12]     
5.    Kandungan Hadits
Hadits yang terdapat pada kitab al-Adabu al-Nabawi, Sunan Abu Dawud dan Mukhtashar Shahih Bukhari, Rasulullah SAW. menjelaskan tata cara dalam menjaga dan memelihara hak orang yang berjalan di jalan yang bersifat tanzih (Menjahui hal-hal yang dibenci atau tidak baik) . Di antara hak jalan tersebut antara lain :
a.       Menundukkan pandangan, yaitu sebagai isyarat untuk menghindari fitnah (godaan) yang ditimbulkan oleh orang yang lewat, seperti laki-laki yang menjaga pandangannya ketika seorang wanita lewat.
b.      Menghilangkan gangguan, Maksud dari menghilangkan gangguan adalah seperti memukul teman atau saudara kita dengan tangan kosong ataupun dengan tongkat tanpa sebab apapun, atau hal yang lain seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, membuat lubang di jalan dan lain sebagainya. Hal ini merupakan perbuatan tercela yang dapat merugikan orang lain.
c.       Menjawab salam,
Rasulullah saw. mengajarkan kita membiasakan untuk menjawab salam jika ada seseorang menyampaikan salam, karena perbuatan tersebut dapat menimbulkan kecintaan antara satu sama lain. Dalam suatu ayat yang menjelaskan tentang faedah menjawab salam yang sangat di muliakan oleh Allah SWT. dan Rasulullah saw. seperti dalam QS. al-Qur’anSesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allâh dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. an-Nur[24]:51).[13]
d.      Memerintahkan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, yaitu sebagai isyarat untuk menerapkan semua yang disyari’atkan dan meninggalkan semua yang tidak disyari’atkan.
Adapun hujjah hadits di atas merupakan hukum yang berdasarkan metode saad adz-dzari’ah (menutup pintu kerusakan) yang hanya merupakan suatu anjuran untuk melakukan perbuatan yang lebih utama, bukan suatu keharusan, di mana pada awalnya Nabi Muhammad SAW. melarang duduk-duduk di jalan-jalan untuk menghilangkan kerusakan dari akarnya. Kemudian larangan tersebut dirasa berat oleh para sahabat, sehingga mereka mengadu kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam sembari mengatakan,  “Wahai Rasûlullâh, ini adalah kebiasaan kami dalam memperbincangkan sesuatu masalah, baik yang berhubungan dengan agama, dunia atau kebaikan yang lainnya. Kami merasa senang dengan hal ini.” [14]
























DAFTAR PUSAKA

Abdillathif al-Zabidiyyi, Imam Ahmad bin.  Mukhtashar Shahih Bukhari, Riyadh : Daarussalam Linnasyara wa at-Tauzi’, tt.
Abdul Aziz Khauli, Muhammad.  Al-Adab Al-Nabawi. Beirut: Daar al-Fikr, tt.
Abu Dawud bin Al-Sijistanii, Sunan Abu Dawud Juz 36. Beirut : Daar al-Fikr, tt.
Al-Asqalani, Ibnu hajar. Al-Hafiz, Al-Imam, penerjemah Amirudin, Fathul Baari jilid 14. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
Al-Asqalani, Ibnu hajar. Al-Hafiz, Al-Imam, penerjemah Amirudin, Fathul Baari jilid 29. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
Al-Habsyi, Husin, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia. Bangil : Yayasan Pesantren Islam, 1991.
Al-Zabidiyyi, Abdul Lathif . Imam Ahmad bin, Mukhtashir Shahih Bukhari Riyadh : Darussalam, tt.
Baqi, Abdul. Muhammad Fuad, terj. Muslich Shabir, Al-Lu’lu’ wal Marjan Jilid III. Semarang : Al-Ridh, tt.
Fuad Abdul Baqi, Muhammad.  Al-Lu’lu’ wal Marjan Juz III. Syiria: Daar al-Fikr, tt.
Wensinck, A. J. Al-Mu’jam Al-muhfaras Juz 1. Netherlands : Leiden E. J. Brill, 1955.
_____________, Al-Mu’jam Al-muhfaras Juz 4. Netherlands : Leiden E. J. Brill, 1955.




[1] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wal Marjan (Syiria: Daar al-Fikr, tt.), 196
[2] Muhammad Fuad Abdul Baqi, terj. Muslich Shabir, Al-Lu’lu’ wal Marjan Jilid III (Semarang : Al-Ridha), 379
[3] Husin Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia ( Bangil : Yayasan Pesantren Islam, 1991), 200
[4] A. J. Wensinck, Al-Mu’jam Al-muhfaras Juz 4,(Netherlands : Leiden E. J. Brill, 1955), 262
[5] Imam Ahmad bin Abdul Lathif Al-Zabidiyyi, Mukhtashir Shahih Bukhari (Riyadh : Darussalam, tt.), 766
[6] Al-Imam Al-Hafiz  Ibnu hajar Al-Asqalani, terj. Amirudin, Fathul Baari (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), jld., 29, 135-136
[7] Muhammad Abdul Aziz Khauli, Al-Adab Al-Nabawi (Syiria: Daar al-Fikr, tt.),69
[8] Al-Imam Al-Hafiz  Ibnu hajar Al-Asqalani, terj. Amirudin, Fathul Baari (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), jld. 14, 55
[9] Husin Al-Habsyi, Kamus, 200
[10] Wensinck, Al-Mu’jam I, 139
[11]Abu Dawud bin Al-Sajastanii,  Sunan Abu Dawud ( Beirut : Daar al-Fikr, tt), 275
[12] Imam Ahmad bin Abdillathif al-Zabidiyyi, Mukhtashar Shahih Bukhari, (Riyadh : Daarussalam Linnasyara wa at-Tauzi’, tt.), 411-412.
[13] Al-Imam Al-Hafiz  Ibnu hajar Al-Asqalani, terj. Amirudin, Fathul Baari ., jilid. 14, 57
[14] Ibid.,  57

Comments

Popular posts from this blog

WE BARE BEARS - DRAW THEIR LIFE GRIZZLY PANDA AND ICE BEARS

Kumpulan Mahfudzot (Pribahasa)